Tambrauw – Mitos Alam Konon, jika seseorang melihat burung cendrawasih menari di hutan, itu pertanda bahwa leluhur mereka sedang memberikan restu atau perlindungan.
Selain burung cendrawasih, hutan juga dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah leluhur. Oleh karena itu, masyarakat tidak sembarangan menebang pohon atau membuka lahan.
Pohon-pohon besar seperti matoa atau kayu besi dipercaya dihuni oleh makhluk halus. Jika ditebang tanpa ritual khusus, diyakini akan membawa malapetaka bagi kampung.
Ritual-ritual adat menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Setiap kegiatan seperti berburu, menebang pohon, atau menangkap ikan harus diawali dengan permohonan izin secara spiritual.
Di wilayah pesisir Tambrauw, mitos tentang laut juga sangat kuat. Laut dipandang sebagai ibu yang memberikan kehidupan sekaligus tempat yang sakral dan tidak boleh dicemari.
Ada kepercayaan bahwa roh-roh leluhur yang meninggal di laut akan menjaga keseimbangan ekosistem laut dan melindungi nelayan dari bahaya.
Legenda tentang ular raksasa yang menjaga sungai juga dikenal luas. Ular ini dianggap sebagai penjaga kesucian air dan ekosistem sungai.
Mitos ini mengajarkan masyarakat agar tidak mencemari sungai dengan limbah atau merusak ekosistem air.
Ketika seorang anak Tambrauw hilang atau tersesat di hutan, orang tua akan menggelar ritual pemanggilan roh leluhur, karena mereka percaya bahwa roh alam bisa membantu menemukan jalan pulang.
Kepercayaan terhadap roh penjaga gunung juga tumbuh kuat. Beberapa gunung di Tambrauw dianggap keramat dan hanya bisa didaki oleh orang-orang tertentu yang memiliki “izin spiritual.”
Larangan-larangan adat yang berbasis mitos ini sebenarnya memiliki fungsi ekologis yang kuat. Mereka menjaga keberlanjutan lingkungan dengan cara yang selaras dengan nilai-nilai budaya lokal.
Baca Juga : Pemkab Sorong Selatan Latih Calon Prajurit TNI AL, Gandeng Lantamal XIV
Misalnya, ada pantangan untuk memburu hewan-hewan tertentu di musim kawin karena diyakini akan mengundang kemarahan roh penjaga hutan.
Melalui cerita rakyat dan dongeng yang diturunkan secara lisan, anak-anak di Tambrauw diajarkan untuk menghargai dan menjaga alam sejak dini.
Cerita tentang roh pohon yang menangis ketika ditebang menjadi peringatan moral agar tidak serakah dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Masyarakat Tambrauw juga percaya bahwa bencana alam seperti longsor atau banjir bisa terjadi jika ada pelanggaran terhadap norma-norma adat yang berkaitan dengan alam.
Mitos ini membuat mereka lebih hati-hati dalam menjalankan aktivitas yang bisa merusak lingkungan seperti pembukaan lahan atau pembangunan infrastruktur.
Meskipun sebagian dari mitos ini terdengar mistis, nilai-nilai ekologis yang terkandung di dalamnya sangat relevan dalam konteks pelestarian lingkungan.
